More About My City

KAIN TENUN PAGATAN




Keberadaan kain tenun Pagatan seiring dengan kehadiran Suku Bugis di Kecamatan Kusan Hilir, Tanahbumbu. Kedatangan para perantau dari Sulawesi Selatan.
Mereka rela meninggalkan tanah kelahiran demi mencari sumber penghidupan yang baru. Apalagi kemudian penguasa kerajaan Banjar waktu itu memberi izin kepada mereka untuk mendirikan kerajaan di daerah tersebut.
Meski telah bermukim di Pagatan, tapi Suku Bugis itu tetap menerapkan pola hidup sebagaimana di daerah asal mereka. Termasuk pakaian yang dikenakan, merupakan hasil tenunan sendiri. Sebab waktu mereka memboyong sanak keluarga, sebagian kaum wanitanya tak lupa membawa peralatan tenun.
Jadi, keterampilan menenun ini dibawa dari Sulawesi Selatan, termasuk peralatan, cara mengerjakan, dan motif hiasan, sama dengan aslinya. Kendati sudah lama terpisah dari kampung halaman, tapi kain tenun yang dihasilkan oleh perajin Pagatan tetap mengacu pada pola dasar dari daerah asal mereka.
Sebelum Perang Dunia II sebagian besar wanita Bugis di Pagatan pandai menenun. Bahkan dahulu jika kerabat kerajaan ingin sarung tenun, para perajin terkenal diundang dan dikumpulkan di istana atau seroja. Sekarang pun masih ada yang menggeluti profesi tersebut, meski tinggal sedikit. Rata-rata usia mereka sudah tua. Sebagian tetap bertahan dengan motif lama, sebagian lagi berusaha menyesuaikan dengan perkembangan zaman, mengikuti selera pemesan.
Tak dipungkiri bahwa tenun tradisional Bugis Pagatan kalah bersaing dengan kain produk pabrik. Untungnya, masih ada kalangan tertentu yang menghargai karya seni ini, baik untuk dipakai sendiri maupun sebagai cindera mata.
Kain tenun Pagatan sangat beragam. Pertama, jenis songket (sobbe) yang terdiri dari Sobbe Are dan Sobbe Sumelang. Kalau Sobbe Are ornamennya dibuat sampai tembus ke sebelah dalam, sedangkan Sobbe Sumelang hiasan hanya disisipkan pada bagian muka.
Kedua, jenis tenun ikat atau Bebbe yang cara pembuatan ornamennya dengan mengikat benang tenun sebelum dicelup pada zat pewarna. Tenun ikat ini ada yang disebut dengan Bebbe Pasulu, ada pula Bebbe Sau.
Ketiga, tenun jenis panji dimana hiasan dibuat langsung melalui benang pakan (pasulu) yang ditenunkan pada benang dirian (sau). Dengan begitu, timbullah motif khusus sesuai dengan yang dikehendaki.
Keempat, sarung kotak-kotak biasa. Jenis ini kadang tidak murni kotak-kotak, ada kalanya digabung dengan corak bebbe, sobbe, atau panji. Jadi, kotak-kotak sekadar dasarnya, sedangkan coraknya kombinasi dari berbagai teknis menenun.
Banyak motif hiasan yang terdapat pada sarung Bugis Pagatan. Hal itu terlihat pada sujubila atau acuan ragam hias yang mereka buat. Di antaranya, berbentuk burung, kuda, keris, pohon kayu di tengah laut, anak panah, angsa, rantai, singa, naga, kelinci, jambangan bunga, naga hendak menelan bulan, naga hendak memegang matahari, kembang bakung, cap kron atau lambang kerajaan Belanda, orang main panas, kaligrafi Allah dan Muhammad, bunga cengkeh, dan lain-lain.
Dahulu kain tenun Bugis Pagatan semuanya khusus diperuntukkan bagi pria. Namun dalam perkembangan berikut, sesuai dengan tuntutan zaman, kain tenun ini bisa pula dipakai oleh kaum wanita.
Berdasarkan fungsinya, kain tenun Bugis Pagatan bisa digunakan untuk sarung, kain panjang, babat atau stagen, selendang, rok, baju biasa, busana muslim, pakaian tari, dasi, dan sebagainya. Sekarang pemasaran kain Bugis Pagatan tidak hanya meliputi kawasan Kalimantan Selatan, juga sampai luar daerah. Biasanya untuk cindera mata sebagai kenang-kenangan khas dari Pagatan.









Sumber :  http://tenunpagatan.tribunnews.com/2014/12/02/mengenal-kain-tenun-pagatan











Komentar

Postingan Populer